Sejarah
Perisai Diri
Perisai Diri
merupakan salah satu organisasi olahraga beladiri yang menjadi anggota IPSI
(Ikatan Pencak Silat Indonesia), induk organisasi resmi pencak silat di
Indonesia di bawah KONI (Komite Olahraga Nasional Indonesia). Perisai Diri
menjadi salah satu dari sepuluh perguruan silat yang mendapat predikat
Perguruan Historis karena mempunyai peran besar dalam sejarah terbentuk dan
berkembangnya IPSI.
Perisai Diri didirikan secara
resmi pada tanggal 2 Juli 1955 di Surabaya, Jawa Timur. Pendirinya adalah
almarhum RM Soebandiman Dirdjoatmodjo, putra bangsawan Keraton Paku Alam.
Sebelum mendirikan Perisai Diri secara resmi, beliau melatih silat di
lingkungan Perguruan Taman Siswa atas permintaan pamannya, Ki Hajar Dewantoro.
Teknik silat Perisai Diri
mengandung unsur 156 aliran silat dari berbagai daerah di Indonesia ditambah
dengan aliran Shaolin (Siauw Liem) dari negeri Tiongkok. Pesilat diajarkan
teknik beladiri yang efektif dan efisien, baik tangan kosong maupun dengan
senjata. Metode praktis dalam Perisai Diri adalah latihan Serang Hindar yang
mana menghasilkan motto “Pandai Silat Tanpa Cedera”.
Pak Dirdjo (panggilan akrab RM
Soebandiman Dirdjoatmodjo) lahir di Yogyakarta pada tanggal 8 Januari 1913 di
lingkungan Keraton Paku Alam. Beliau adalah putra pertama dari RM Pakoe
Soedirdjo, buyut dari Paku Alam II. Sejak berusia 9 tahun beliau telah dapat
menguasai ilmu pencak silat yang ada di lingkungan keraton sehingga mendapat
kepercayaan untuk melatih teman-temannya di lingkungan daerah Paku Alaman. Di
samping pencak silat beliau juga belajar menari di Istana Paku Alam sehingga
berteman dengan Wasi dan Bagong Kusudiardjo.
Pak Dirdjo yang pada masa
kecilnya dipanggil dengan nama Soebandiman atau Bandiman oleh teman-temannya
ini, merasa belum puas dengan ilmu silat yang telah didapatkannya di lingkungan
istana Paku Alaman itu. Karena ingin meningkatkan kemampuan ilmu silatnya,
setamat HIK (Hollands Inlandsche Kweekschool) atau sekolah menengah pendidikan
guru setingkat SMP, beliau meninggalkan Yogyakarta untuk merantau tanpa membawa
bekal apapun dengan berjalan kaki. Tempat yang dikunjunginya pertama adalah
Jombang, Jawa Timur.
Di sana beliau belajar silat
pada KH Hasan Basri, sedangkan pengetahuan agama dan lainnya diperoleh dari
Pondok Pesantren Tebuireng. Di samping belajar, beliau juga bekerja di Pabrik
Gula Peterongan untuk membiayai keperluan hidupnya. Setelah menjalani
gemblengan keras dengan lancar dan dirasa cukup, beliau kembali ke barat.
Sampai di Solo beliau belajar silat pada Sayid Sahab. Beliau juga belajar
kanuragan pada kakeknya, Ki Jogosurasmo.
Beliau masih belum merasa puas
untuk menambah ilmu silatnya. Tujuan berikutnya adalah Semarang, di sini beliau
belajar silat pada Soegito dari aliran Setia Saudara. Dilanjutkan dengan mempelajari
ilmu kanuragan di Pondok Randu Gunting Semarang. Rasa keingintahuan yang besar
pada ilmu beladiri menjadikan Pak Dirdjo masih belum merasa puas dengan apa
yang telah beliau miliki. Dari sana beliau menuju Cirebon setelah singgah
terlebih dahulu di Kuningan. Di sini beliau belajar lagi ilmu silat dan
kanuragan dengan tidak bosan-bosannya selalu menimba ilmu dari berbagai guru.
Selain itu beliau juga belajar silat Minangkabau dan silat Aceh.
Tekadnya untuk menggabungkan
dan mengolah berbagai ilmu yang dipelajarinya membuat beliau tidak bosan-bosan
menimba ilmu. Berpindah guru baginya berarti mempelajari hal yang baru dan
menambah ilmu yang dirasakannya kurang. Beliau yakin, bila segala sesuatu
dikerjakan dengan baik dan didasari niat yang baik, maka Tuhan akan menuntun
untuk mencapai cita-citanya. Beliau pun mulai meramu ilmu silat sendiri. Pak
Dirdjo lalu menetap di Parakan, Banyumas, dan membuka perguruan silat dengan
nama Eko Kalbu, yang berarti satu hati.
Di tengah kesibukan melatih,
beliau bertemu dengan seorang pendekar Tionghoa yang beraliran beladiri Siauw
Liem Sie (Shaolinshi), Yap Kie San namanya. Yap Kie San adalah salah seorang
cucu murid Louw Djing Tie dari Hoo Tik Tjay. Menurut catatan sejarah, Louw
Djing Tie merupakan seorang pendekar legendaris dalam dunia persilatan, baik di
Tiongkok maupun di Indonesia, dan salah satu tokoh utama pembawa beladiri
kungfu dari Tiongkok ke Indonesia. Dalam dunia persilatan, Louw Djing Tie
dijuluki sebagai Si Garuda Emas dari Siauw Liem Pay. Saat ini murid-murid
penerus Louw Djing Tie di Indonesia mendirikan perguruan kungfu Garuda Emas.
Pak Dirdjo yang untuk menuntut
suatu ilmu tidak memandang usia dan suku bangsa lalu mempelajari ilmu beladiri
yang berasal dari biara Siauw Liem (Shaolin) ini dari Yap Kie San selama 14
tahun. Beliau diterima sebagai murid bukan dengan cara biasa tetapi melalui
pertarungan persahabatan dengan murid Yap Kie San. Melihat bakat Pak Dirdjo,
Yap Kie San tergerak hatinya untuk menerimanya sebagai murid.
Berbagai cobaan dan gemblengan
beliau jalani dengan tekun sampai akhirnya berhasil mencapai puncak latihan
ilmu silat dari Yap Kie San. Murid Yap Kie San yang sanggup bertahan hanya enam
orang, di antaranya ada dua orang yang bukan orang Tionghoa, yaitu Pak Dirdjo
dan R Brotosoetarjo yang di kemudian hari mendirikan perguruan silat Bima
(Budaya Indonesia Mataram). Dengan bekal yang diperoleh selama merantau dan
digabung dengan ilmu beladiri Siauw Liem Sie yang diterima dari Yap Kie San,
Pak Dirdjo mulai merumuskan ilmu yang telah dikuasainya itu.
Setelah puas merantau, beliau
kembali ke tanah kelahirannya, Yogyakarta. Ki Hajar Dewantoro (Bapak
Pendidikan) yang masih Pakde-nya, meminta Pak Dirdjo mengajar silat di
lingkungan Perguruan Taman Siswa di Wirogunan. Di tengah kesibukannya mengajar
silat di Taman Siswa, Pak Dirdjo mendapatkan pekerjaan sebagai Magazijn Meester
di Pabrik Gula Plered.
Pada tahun 1947 di Yogyakarta,
Pak Dirdjo diangkat menjadi Pegawai Negeri pada Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, Seksi Pencak Silat, yang dikepalai oleh Mochammad Djoemali.
Berdasarkan misi yang diembannya untuk mengembangkan pencak silat, Pak Dirdjo
membuka kursus silat melalui dinas untuk umum. Beliau juga diminta untuk
mengajar di Himpunan Siswa Budaya, sebuah unit kegiatan mahasiswa UGM (Universitas
Gadjah Mada). Murid-muridnya adalah para mahasiswa UGM pada awal-awal
berdirinya kampus tersebut. Pak Dirdjo juga membuka kursus silat di kantornya.
Beberapa murid Pak Dirdjo saat itu di antaranya adalah Ir Dalmono yang saat ini
berada di Rusia, Prof Dr Suyono Hadi (dosen Universitas Padjadjaran Bandung),
dan Bambang Mujiono Probokusumo yang di kalangan pencak silat dikenal dengan
nama panggilan Mas Wuk.
Tahun 1954 Pak Dirdjo
diperbantukan ke Kantor Kebudayaan Provinsi Jawa Timur, Urusan Pencak Silat.
Murid-murid beliau di Yogyakarta, baik yang berlatih di UGM maupun di luar UGM,
bergabung menjadi satu dalam wadah HPPSI (Himpunan Penggemar Pencak Silat
Indonesia) yang diketuai oleh Ir Dalmono.
Tahun 1955 beliau resmi pindah
dinas ke Kota Surabaya. Dengan tugas yang sama, yakni mengembangkan dan
menyebarluaskan pencak silat sebagai budaya bangsa Indonesia, Pak Dirdjo
membuka kursus silat yang diadakan di Kantor Kebudayaan Provinsi Jawa Timur,
Surabaya. Dengan dibantu oleh Imam Romelan, beliau mendirikan kursus silat
PERISAI DIRI pada tanggal 2 Juli 1955.
Para muridnya di Yogyakarta pun
kemudian menyesuaikan diri menamakan himpunan mereka sebagai silat Perisai
Diri. Di sisi lain, murid-murid perguruan silat Eko Kalbu yang pernah didirikan
oleh Pak Dirdjo masih berhubungan dengan beliau. Mereka tersebar di kawasan
Banyumas, Purworejo dan Yogyakarta. Hanya saja perguruan ini kemudian memang
tidak berkembang, namun melebur dengan sendirinya ke Perisai Diri, sama seperti
HPPSI di Yogyakarta. Satu guru menjadikan peleburan perguruan ini menjadi
mudah.
Pengalaman yang diperoleh
selama merantau dan ilmu silat Siauw Liem Sie yang dikuasainya kemudian
dicurahkannya dalam bentuk teknik yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan
anatomi tubuh manusia, tanpa ada unsur memperkosa gerak. Semuanya berjalan
secara alami dan dapat dibuktikan secara ilmiah. Dengan motto “Pandai Silat
Tanpa Cedera”, Perisai Diri diterima oleh berbagai lapisan masyarakat untuk
dipelajari sebagai ilmu beladiri.
Pada tahun 1969, Dr Suparjono,
SH, MSi (Ketua Dewan Pendekar periode yang lalu) menjadi staf Bidang Musyawarah
PB PON VII di Surabaya. Dengan inspirasi dari AD/ART organisasi-organisasi di
KONI Pusat yang sudah ada, Suparjono bersama Bambang Mujiono Probokusumo, Totok
Sumantoro, Mondo Satrio dan anggota Dewan Pendekar lainnya pada tahun 1970
menyusun AD/ART Perisai Diri dan nama lengkap organisasi Perisai Diri disetujui
menjadi Keluarga Silat Nasional Indonesia PERISAI DIRI yang disingkat Kelatnas
Indonesia PERISAI DIRI. Dimusyawarahkan juga mengenai pakaian seragam silat
Perisai Diri yang baku, yang mana sebelumnya berwarna hitam dirubah menjadi
putih dengan atribut tingkatan yang berubah beberapa kali hingga terakhir
seperti yang dipakai saat ini. Lambang Perisai Diri juga dibuat dari hasil
usulan Suparjono, Both Sudargo dan Bambang Priyokuncoro, yang kemudian
disempurnakan dan dilengkapi oleh Pak Dirdjo.
Tanggal 9 Mei 1983, RM
Soebandiman Dirdjoatmodjo berpulang menghadap Sang Pencipta. Tanggung jawab
untuk melanjutkan teknik dan pelatihan silat Perisai Diri beralih kepada para
murid-muridnya yang kini telah menyebar ke seluruh pelosok tanah air dan
beberapa negara di Eropa, Amerika dan Australia. Dengan di bawah koordinasi Ir
Nanang Soemindarto sebagai Ketua Umum Pengurus Pusat, saat ini Kelatnas
Indonesia Perisai Diri memiliki cabang hampir di setiap provinsi di Indonesia
serta memiliki komisariat di 10 negara lain. Untuk menghargai jasanya, pada
tahun 1986 pemerintah Republik Indonesia menganugerahkan gelar Pendekar Purna
Utama bagi RM Soebandiman Dirdjoatmodjo.
Pak Dirdjo (panggilan akrab RM Soebandiman Dirdjoatmodjo) lahir
di Yogyakarta pada tanggal 8 Januari 1913 di lingkungan Keraton Paku Alam. Dia
adalah putra pertama dari RM Pakoe Soedirdjo, buyut dari Paku Alam
II. Sejak berusia 9 tahun beliau telah dapat menguasai ilmu pencak
silat yang ada di lingkungan keraton sehingga mendapat kepercayaan untuk
melatih teman-temannya di lingkungan daerah Paku Alaman. Di samping pencak silat
beliau juga belajar menari di Istana Paku Alam sehingga berteman dengan Wasi
dan Bagong Kusudiardjo.
Pak Dirdjo yang pada masa kecilnya dipanggil dengan nama
Soebandiman atau Bandiman oleh teman-temannya ini, merasa belum puas dengan
ilmu silat yang telah didapatkannya di lingkungan istana Paku Alaman itu.
Karena ingin meningkatkan kemampuan ilmu silatnya, setamat HIK (Hollands
Inlandsche Kweekschool) atau sekolah pendidikan guru, beliau meninggalkan
Yogyakarta untuk merantau tanpa membawa bekal apapun dengan berjalan kaki.
Tempat yang dikunjunginya pertama adalah Jombang, Jawa Timur. Di
sana beliau belajar silat pada KH Hasan Basri, sedangkan pengetahuan agama dan
lainnya diperoleh dari Pondok Pesantren Tebuireng. Di samping belajar, beliau
juga bekerja di Pabrik Gula Peterongan untuk membiayai keperluan hidupnya.
Setelah menjalani gemblengan keras dengan lancar dan dirasa cukup, ia kembali
ke barat. Sampai di Solo beliau belajar silat pada Sayid Sahab. Ia
juga belajar kanuragan pada kakeknya, Ki Jogosurasmo.
Dia masih belum merasa puas untuk menambah ilmu silatnya. Tujuan
berikutnya adalah Semarang, di sini
beliau belajar silat pada Soegito dari aliran Setia Saudara. Dilanjutkan dengan
mempelajari ilmu kanuragan di Pondok Randu Gunting Semarang. Rasa keingintahuan
yang besar pada ilmu beladiri menjadikan Pak Dirdjo masih belum merasa puas
dengan apa yang telah beliau miliki. Dari sana beliau menuju Cirebon setelah singgah terlebih dahulu di Kuningan.
Di sini ia belajar lagi ilmu silat dan kanuragan dengan tidak bosan-bosannya
selalu menimba ilmu dari berbagai guru. Selain itu ia juga belajar silat Minangkabau dan silat Aceh.
Tekadnya untuk menggabungkan dan mengolah berbagai ilmu yang
dipelajarinya membuat ia tidak bosan-bosan menimba ilmu. Berpindah guru baginya
berarti mempelajari hal yang baru dan menambah ilmu yang dirasakannya kurang.
Ia yakin, bila segala sesuatu dikerjakan dengan baik dan didasari niat yang
baik, maka Tuhan akan menuntun untuk mencapai cita-citanya. Ia pun mulai meramu
ilmu silat sendiri. Pak Dirdjo lalu menetap di Parakan dan membuka perguruan
silat dengan nama Eko Kalbu, yang berarti satu hati.
Di tengah kesibukan melatih, ia bertemu dengan seorang pendekar
Tionghoa yang beraliran beladiri Siauw
Liem Sie (Shaolinshi),
Yap Kie San namanya. Yap Kie San adalah salah seorang cucu murid Louw Djing Tie
melalui Hoo Tik Tjay alias Suthur. Menurut catatan sejarah, Louw Djing Tie
merupakan seorang pendekar legendaris dalam dunia persilatan, baik di Tiongkok
maupun di Indonesia, dan salah satu tokoh utama pembawa beladiri kungfu dari Tiongkok ke Indonesia. Dalam
dunia persilatan, Louw Djing Tie dijuluki sebagai Si Garuda Emas dari Siauw
Liem Pay. Saat ini murid-murid penerus Louw Djing Tie di Indonesia meneruskan
perguruan kungfu Garuda Emas.
Pak Dirdjo yang untuk menuntut suatu ilmu tidak memandang usia
dan suku bangsa lalu mempelajari ilmu beladiri yang berasal dari biara Siauw Liem (Shaolin) ini dari Yap Kie San selama
14 tahun. Beliau diterima sebagai murid bukan dengan cara biasa tetapi melalui
pertarungan persahabatan dengan murid Yap Kie San. Melihat bakat Pak Dirdjo,
Yap Kie San tergerak hatinya untuk menerimanya sebagai murid.
Berbagai cobaan dan gemblengan ia jalani dengan tekun sampai
akhirnya berhasil mencapai puncak latihan ilmu silat dari Yap Kie San. Murid
Yap Kie San yang sanggup bertahan hanya enam orang, di antaranya ada dua orang
yang bukan orang Tionghoa, yaitu Pak Dirdjo dan R Brotosoetarjo yang di
kemudian hari mendirikan perguruan silat Bima (Budaya Indonesia Mataram).
Dengan bekal yang diperoleh selama merantau dan digabung dengan ilmu beladiri
Siauw Liem Sie yang diterima dari Yap Kie San, Pak Dirdjo mulai merumuskan ilmu
yang telah dikuasainya itu.
Setelah puas merantau, ia kembali ke tanah kelahirannya,
Yogyakarta. Ki Hajar
Dewantoro (Bapak
Pendidikan) yang masih Pakde-nya, meminta Pak Dirdjo mengajar silat di
lingkungan Perguruan Taman Siswa di Wirogunan. Di tengah kesibukannya mengajar
silat di Taman Siswa, Pak Dirdjo mendapatkan pekerjaan sebagai Magazijn Meester di Pabrik Gula Plered.
Pada tahun 1947 di Yogyakarta, Pak Dirdjo diangkat menjadi
Pegawai Negeri pada Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Seksi Pencak Silat,
yang dikepalai oleh Mochammad Djoemali. Berdasarkan misi yang diembannya untuk
mengembangkan pencak silat, Pak Dirdjo membuka kursus silat melalui dinas untuk
umum. Beliau juga diminta untuk mengajar di Himpunan Siswa Budaya, sebuah unit
kegiatan mahasiswa UGM (Universitas Gadjah Mada). Murid-muridnya adalah para
mahasiswa UGM pada awal-awal berdirinya kampus tersebut. Pak Dirdjo juga membuka
kursus silat di kantornya. Beberapa murid Pak Dirdjo saat itu di antaranya
adalah Ir Dalmono, Prof Dr Suyono Hadi dan RM Bambang Moediono Probokusumo yang
di lingkungan keluarga silat Perisai Diri akrab dipanggil Mas Wuk.
Tahun 1954 Pak Dirdjo diperbantukan ke Kantor Kebudayaan
Provinsi Jawa Timur, Urusan Pencak Silat. Murid-muridnya di Yogyakarta, baik
yang berlatih di UGM maupun di luar UGM, bergabung menjadi satu dalam wadah
HPPSI (Himpunan Penggemar Pencak Silat Indonesia) yang diketuai oleh Ir Dalmono.
Tahun 1955 ia resmi pindah dinas ke Kota Surabaya. Dengan
tugas yang sama, yakni mengembangkan dan menyebarluaskan pencak silat sebagai
budaya bangsa Indonesia, Pak Dirdjo membuka kursus silat yang diadakan di
Kantor Kebudayaan Provinsi Jawa Timur, Surabaya. Dengan
dibantu oleh Imam Ramelan, ia mendirikan kursus silat PERISAI DIRI pada tanggal 2 Juli 1955.
Para muridnya di Yogyakarta pun kemudian menyesuaikan diri
menamakan himpunan mereka sebagai silat Perisai Diri. Di sisi lain, murid-murid
perguruan silat Eko Kalbu yang pernah didirikan oleh Pak Dirdjo masih
berhubungan dengan beliau. Mereka tersebar di kawasan Banyumas, Purworejo dan
Yogyakarta. Hanya saja perguruan ini kemudian memang tidak berkembang, namun
melebur dengan sendirinya ke silat Perisai Diri, sama seperti HPPSI di
Yogyakarta. Satu guru menjadikan peleburan perguruan ini menjadi mudah.
Pengalaman yang diperoleh selama merantau dan ilmu beladiri
Siauw Liem Sie yang dikuasainya kemudian dicurahkannya dalam bentuk teknik yang
sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan anatomi tubuh manusia, tanpa ada unsur
memperkosa gerak. Semuanya berjalan secara alami dan dapat dibuktikan secara
ilmiah. Dengan motto "Pandai
Silat Tanpa Cedera", silat Perisai Diri diterima oleh berbagai
lapisan masyarakat untuk dipelajari sebagai ilmu beladiri.
Pada tahun 1969, murid Pak Dirdjo, Dr Suparjono, SH, MSi,
menjadi staf Bidang Musyawarah PB PON VII di Surabaya. Dengan inspirasi dari
AD/ART organisasi-organisasi di KONI Pusat yang sudah ada, Suparjono bersama
Bambang Moediono Probokusumo, Totok Sumantoro, Mondo Satrio dan anggota Dewan
Pendekar lainnya pada tahun 1970 menyusun AD/ART Perisai Diri dan nama lengkap
organisasi silat Perisai Diri disetujui menjadi Keluarga Silat Nasional Indonesia PERISAI
DIRI yang
disingkat Kelatnas
Indonesia PERISAI DIRI. Dimusyawarahkan juga mengenai pakaian
seragam silat Perisai Diri yang baku, yang mana sebelumnya berwarna hitam
dirubah menjadi putih dengan atribut tingkatan yang berubah beberapa kali
hingga terakhir seperti yang dipakai saat ini. Lambang Kelatnas Indonesia
Perisai Diri juga dibuat dari hasil usulan beberapa murid Pak Dirdjo, yaitu
usulan gambar dari Suparjono, Both Sudargo dan Bambang Priyokuncoro, yang
kemudian usulan dari Suparjono yang terpilih, kemudian disempurnakan dan
dilengkapi oleh Pak Dirdjo.
Pada tahun 1982, Pak Dirdjo mengangkat 23 orang muridnya menjadi
Pendekar. Para Pendekar yang diangkat langsung oleh Pak Dirdjo ini disebut
Pendekar Historis. Pendekar Historis yang berjumlah 23 orang tersebut
adalah :
1.
Mat Kusen, dari Surabaya.
2.
Dr Suparjono, SH, MSi, dari Surabaya.
3.
Drs Noerhasdijanto, SH, dari Surabaya.
4.
Hari Soejanto, dari Surabaya.
5.
FX Supi'i, dari Surabaya.
6.
Ir Nanang Soemindarto, dari Surabaya.
7.
Prof Dr dr Hari K Lasmono, MS, dari Surabaya.
8.
Drs Siaman, dari Surabaya.
9.
Prof Dr M Hidajat, SPOT, dari Surabaya.
10.
Drs I Made Suwetja, MBA, dari Denpasar.
11.
Arnowo Adji, dari Tangerang.
12.
Yahya Buari, dari Lamongan.
13.
Bambang Soekotjo Maxnoll, dari Cimahi.
14.
Tonny S Kohartono, dari Surabaya.
15.
Mondo Satrio Hadi Prakoso, dari Surabaya.
16.
Koesnadi, dari Surabaya.
17.
Letkol Soegiarto Mertoprawiro, dari Serang.
18.
Totok Soemantoro, BSc, dari Klaten.
19.
Moeljono, dari Nganjuk.
20.
Wardjiono, dari Jakarta.
21.
Gunawan Parikesit, dari Semarang.
22.
I Gusti Ngurah Dilla, dari Surabaya.
23.
Ruddy J Kapojos, dari Surabaya.
Tanggal 9 Mei 1983, RM Soebandiman Dirdjoatmodjo berpulang
menghadap Sang Pencipta. Tanggung jawab untuk melanjutkan teknik dan pelatihan
silat Perisai Diri beralih kepada para murid-muridnya yang kini telah menyebar
ke seluruh pelosok tanah air dan beberapa negara di Eropa, Amerika dan
Australia. Dengan di bawah koordinasi Dr Ir Dwi Soetjipto, MM, sebagai Ketua
Umum Pengurus Pusat, saat ini Kelatnas Indonesia Perisai Diri memiliki cabang
hampir di setiap provinsi di Indonesia serta memiliki komisariat di 10 negara
lain. Untuk menghargai jasanya, pada tahun 1986 pemerintah Republik Indonesia
menganugerahkan gelar Pendekar Purna Utama bagi RM Soebandiman Dirdjoatmodjo.
Di Australia, Kelatnas Indonesia Perisai Diri mulai dikembangkan
di Brisbane pada tahun 1979 oleh Dadan Muharam, seorang pelatih silat Perisai
Diri dari Bandung. Kelatnas Indonesia Perisai Diri berkembang pesat di
Australia dengan cabang di berbagai daerah, di antaranya yaitu di Tarragindi,
Kuraby, Logan, Ashmore, Burleigh Heads, Springbrook, Maleny, Nambour,
Noosaville, Yandina, Gympie, Townsville, Coffs Harbour, Newcastle, Moruya
Heads, Melbourne, Adelaide, Perth, dsb.
Kelatnas Indonesia Perisai Diri juga dikembangkan di Belanda
oleh Ronny Tjong A-Hung sejak tahun 1979. Saat ini Kelatnas Indonesia Perisai
Diri di Belanda telah berkembang dengan tempat latihan di Amsterdam, Hilversum,
Maarssen, Nieuwegein, Utrecht, dsb.
Pada tahun 1983, salah satu pelatih silat Perisai Diri yaitu
Otto Soeharjono MS pindah tugas ke London, Inggris. Beliau mendirikan Kelatnas
Indonesia Perisai Diri Komisariat Inggris Raya dan menjadi pelopor PSF UK
(Pencak Silat Federation of United Kingdom).
Both Sudargo, salah satu pendekar silat Perisai Diri yang pernah
menjabat sebagai Pengurus Bidang Pembinaan Pencak Silat Olahraga PB IPSI, pada
tahun 1996 ditugaskan oleh pemerintah sebagai Atase Perhubungan di Kedutaan
Besar RI di Tokyo, Jepang. Di negeri yang dikenal sebagai pusat beladiri dunia
ini, beliau berhasil mengembangkan pencak silat dengan mendirikan JAPSA (Japan
Pencak Silat Association). Dengan dibantu oleh Soesilo Soedarmadji, beliau
mengembangkan Kelatnas Indonesia Perisai Diri Komisariat Jepang.
Selain itu Kelatnas Indonesia Perisai Diri juga berkembang
hingga ke Jerman, Swiss, Timor Leste, Perancis, Amerika Serikat, Swedia, dsb.
Kelatnas Indonesia Perisai Diri telah beberapa kali menggelar
even kejuaraan internasional yang dikenal dengan nama Perisai Diri
International Championship (PDIC), yaitu :
·
Invitasi Internasional Perisai Diri I di Semarang tahun 1991
·
Invitasi Internasional Perisai Diri II di Surabaya tahun 1995
·
3rd Perisai Diri International Championship di Denpasar tahun
2003
·
4th Perisai Diri International Championship di Yogyakarta tahun
2005
·
5th Perisai Diri International Championship di Bandung tahun
2007
·
6th Perisai Diri International Championship di Jakarta tahun
2010
·
7th Perisai Diri International Championship di Samarinda tahun
2012
·
8th Perisai Diri International Championship di Denpasar tahun
2014
Even kejuaraan ini diagendakan setiap dua tahun sekali.
Materi Pendidikan dan Latihan
Silat Perisai Diri
Tingkatan pesilat Perisai Diri dibagi dalam beberapa tingkatan
yang masing-masing ditempuh dalam jangka waktu tertentu. Secara garis besar,
tingkatan tersebut dikelompokkan dalam Tingkat Dasar dan Tingkat Keluarga.
Tingkat Dasar terdiri
dari Dasar I (Sabuk Putih), Dasar II (Sabuk Hitam) dan Calon Keluarga (Sabuk
Merah). Tingkat
Keluarga (Sabuk
Merah) terdiri dari beberapa tingkatan yang ditandai dengan warna strip pada
badge di dada kiri.
Tahapan pelajaran silat Perisai Diri terdiri dari pengenalan,
pengertian, penerapan, pendalaman dan penghayatan.
Senam Teknik Kombinasi
Senam Teknik Kombinasi merupakan susunan gerak silat Perisai
Diri yang dilatihkan kepada pesilat di setiap sesi pelatihan. Sekilas seperti
rangkaian jurus di silat pada umumnya, namun Senam Teknik Kombinasi bukanlah
rangkaian yang perlu dihafalkan seperti jurus di perguruan silat lain.
Rangkaian gerak Senam Teknik Kombinasi dibuat oleh para pelatih
setempat pada saat latihan berlangsung. Rangkaian gerak ini dibuat berdasarkan
imajinasi pada saat pesilat melakukan Serang Hindar dengan seorang lawan.
Rangkaian yang dibuat oleh pelatih tersebut dilaksanakan dengan tenaga dan
kecepatan maksimal dan diulang berkali-kali.
Tujuan dari latihan Senam Teknik Kombinasi ini adalah untuk
menciptakan kebiasaan dalam melakukan teknik yang benar dan menciptakan refleks
yang baik terhadap para pesilat. Latihan ini juga akan membentuk otot-otot para
pesilat agar dapat beradaptasi dengan teknik Perisai Diri. Senam Teknik
Kombinasi ini selalu berbeda-beda di setiap sesi latihan, baik tangan kosong
ataupun menggunakan senjata.
Teknik Senjata
Mulai tingkat Dasar akan diajarkan teknik-teknik beladiri tangan
kosong. Pada tingkat selanjutnya diajarkan juga teknik permainan senjata dengan senjata wajib pisau, pedang dan toya. Dengan dasar
penguasaan tiga senjata wajib, pisau mewakili senjata pendek, pedang mewakili senjata sedang, dan toya mewakili senjata panjang, pesilat Perisai
Diri dilatih untuk mampu mendayagunakan berbagai peralatan yang ada di
sekitarnya untuk digunakan sebagai senjata. Teknik tersebut juga dapat
digunakan untuk memainkan senjata lain, seperti celurit, trisula, abir, tombak,
golok, pedang samurai, pentungan, kipas, teken, payung, roti kalong, senapan,
bayonet, dsb.
Tujuan dari pelajaran senjata adalah memberikan pemahaman bagi
pesilat tentang berbagai macam senjata. Dengan mengenal karakteristik senjata,
maka anggota akan cepat beradaptasi dengan berbagai senjata. Sebagai contoh,
dengan mempelajari pisau, maka pesilat akan mengerti kelebihan dan kekurangan
dari senjata pendek. Bahkan pesilat akan dapat mengadaptasi benda-benda serupa
seperti keris sebagai senjata, atau bahkan pena dan pensil. Dengan memahami
karakteristik senjata ini pula, seorang pesilat akan mengerti bagaimana cara
menghadapi berbagai macam senjata bila memang keadaan sudah mendesak.
Serang Hindar, Serang Hindar Balas dan Beladiri
Metode praktis yang sangat penting untuk dipelajari oleh pesilat
Perisai Diri adalah latihan Serang Hindar. Pada
latihan ini akan diajarkan cara menyerang dan menghindar yang paling efisien,
cepat, tepat, tangkas, deras dan bijaksana. Sekalipun berhadapan langsung
dengan lawan, kemungkinan cedera amat kecil karena setiap siswa dibekali
prinsip-prinsip dasar dalam melakukan serangan dan hindaran. Resiko kecil pada
metode Serang Hindar inilah yang melahirkan motto "Pandai Silat Tanpa Cedera". Dengan
motto inilah Perisai Diri menyusun program pendidikan dengan memperhatikan
faktor psikologis dan kurikulumnya.
Dalam latihan Serang Hindar, dua orang pesilat saling berhadapan
satu sama lain. Di dekat mereka ada seorang pelatih yang memperhatikan. Seorang
pesilat disebut sebagai A dan seorang lagi disebut dengan B. Pelatih memberi
aba-aba "hup !", bersamaan dengan itu A menyerang B dengan satu
gerakan, sementara B diam menunggu serangan itu dekat dan kemudian bergerak ke
samping untuk melepaskan diri dari serangan A. Pelatih terus memberi aba-aba
hingga 10 kali untuk A menyerang B dan B harus menghindar saat serangan A sudah
dekat. Setelah selesai, giliran B yang menyerang pada 10 aba-aba kedua.
Itulah salah satu metode latihan berpasangan di silat Perisai
Diri yang dikenal dengan sebutan Serang Hindar. Metode Serang Hindar ini telah
diformulasikan oleh Pak Dirdjo agar bisa memberi rasa aman bagi kedua pesilat.
Selama berlatih, pesilat diminta untuk melakukan serangan dan hindaran yang
sesuai dengan pedoman teknik silat Perisai Diri.
Metode berpasangan yang lain di Perisai Diri adalah Serang Hindar Balas. Pada
metode Serang Hindar Balas, dalam satu aba-aba, A akan melakukan serangan
terhadap B dan B menghindar, kemudian B membalas menyerang A dan A menghindar.
Satu set A serang B hindar dan B balas A hindar, adalah implementasi dari
metode Serang Hindar Balas. Pada 10 aba-aba pertama, A mendapatkan kesempatan
menyerang pertama kali dan B membalas setelah melakukan hindaran sempurna,
sementara pada 10 aba-aba kedua akan ditukar oleh pelatih, yaitu B menyerang
terlebih dahulu.
Tujuan dari latihan Serang Hindar Balas ini adalah untuk melatih
pesilat, terutama bagi si penghindar, untuk menghindar ke arah yang sulit
dilihat oleh lawan, tetapi akan sangat mudah untuk melakukan serangan balasan.
Inilah yang disebut hindaran yang mengunci posisi lawan. Si penghindar juga harus
mempelajari bagaimana ia harus meletakkan langkah mereka agar dapat mempercepat
serangan balasan berikutnya.
Metode berpasangan lain yang dilatihkan di Perisai Diri adalah Beladiri. Beladiri adalah dimana
saat A menyerang dan B menghindar sambil melepaskan serangan ke A. Dalam hal
ini, B disebut melakukan Beladiri. Jadi perbedaannya dengan metode sebelumnya
adalah, bahwa B tidak melakukan hindaran sempurna baru membalas, namun B
melakukan hindaran dan serangan dalam satu gerakan.
Sebagai ilustrasi yang sederhana, misalnya A melakukan pukulan
ke arah depan, ketika pukulan tersebut dekat, maka B bergerak ke samping sambil
menusukkan buku tangannya ke arah mata. Dalam hal ini, maka B melakukan
Beladiri.
Ketiga metode di atas, Serang Hindar, Serang Hindar Balas dan
Beladiri akan diajarkan kepada pesilat Perisai Diri baik dari tingkat Dasar
sampai tingkat yang tinggi sekalipun. Metode ini akan diaplikasikan baik
menggunakan tangan kosong ataupun menggunakan senjata seperti pisau, pedang dan
toya.
Teknik Asli
Teknik silat Perisai Diri mengandung unsur 156 aliran silat dari
berbagai daerah di Indonesia yang dipilah dan dikelompokkan sesuai dengan
karakter dari masing-masing aliran. Teknik Asli dalam silat Perisai Diri juga
digali dari aliran Siauw
Liem Sie (Shaolinshi)
yang dengan kreativitas Pak Dirdjo gerakan maupun implementasinya sudah dijiwai
oleh karakter pencak silat Indonesia. Hal ini yang menjadikan ilmu silat
Perisai Diri mempunyai sifat unik, tidak ada kemiripan dengan silat yang lain.
Disebut Asli karena mempunyai frame tersendiri, bukan merupakan kombinasi dari
beberapa aliran silat.
Teknik Asli dalam silat Perisai Diri di antaranya yaitu :
1.
Burung Meliwis
2.
Burung Kuntul
3.
Burung Garuda
4.
Harimau
5.
Naga
6.
Satria
7.
Pendeta
8.
Putri
Selain teknik tersebut di atas, ada beberapa teknik yang menjadi
kekayaan teknik silat Perisai Diri, di antaranya yaitu Kuda Kuningan, Lingsang,
Satria Hutan dan Kera, serta beberapa teknik dari beberapa daerah di Indonesia,
di antaranya yaitu Minangkabau, Jawa Timuran, Cimande, Bawean dan Betawen.
Teknik Minangkabau
Gerakan teknik Minangkabau mirip dengan tarian tradisional dari
Minangkabau, Sumatera Barat. Salah satu tujuan dari mempelajari teknik ini
adalah untuk memperkuat otot-otot paha dan otot belakang. Teknik ini juga
memberikan pengalaman tentang bagaimana rasanya bila kita berada pada posisi
yang merendah ke tanah.
Untuk menyerang lawan, teknik Minang seringkali mendahului
dengan membuka bagian lemah dari badannya dengan gerakan yang lambat. Ini
adalah pancingan yang disengaja agar lawan menyerang terlebih dahulu. Ketika
lawan datang dengan serangan, saat itulah teknik Minang akan bergerak sangat
cepat dan keras menghancurkan serangan lawan tersebut dengan sikunya dan
dilanjutkan dengan serangan berikutnya.
Teknik Burung Meliwis
Burung Meliwis memiliki ciri khas tersendiri dalam bergerak,
yaitu bergerak dengan ringan dan cepat. Tujuan dari mempelajari teknik ini
adalah untuk melatih kecepatan, keringanan tubuh dan membiasakan diri menapak
dengan ujung kaki. Dengan mempelajari teknik ini, maka pesilat dengan
sendirinya akan melatih otot-otot kaki, betis dan pinggul.
Meliwis menggunakan ujung-ujung jari untuk menyerang lawan. Oleh
karena itu, ia hanya akan menyerang bagian-bagian yang sangat lemah seperti
mata dan leher. Saat menyerang, Meliwis melontarkan tangannya dengan cepat ke
arah lawan dan akan kembali dengan kecepatan yang sama, sehingga mempersulit
lawan untuk menolak.
Selain ujung-ujung jari, Meliwis juga menggunakan pergelangan
tangannya untuk menyerang bagian-bagian seperti leher dan dagu. Teknik ini juga
menggunakan pergelangan tangan bagian dalam untuk menolak dengan cara
mengalihkan arah serangan lawan.
Teknik Burung Kuntul
Setelah mempelajari teknik Meliwis, pesilat akan menerima
pelajaran teknik berikutnya, Burung Kuntul. Bila saat berlatih Meliwis, pesilat
diajarkan untuk bergerak ringan, kini pesilat diajarkan untuk melibatkan tenaga
saat bergerak ringan.
Dibandingkan dengan Meliwis, Kuntul tidak hanya menyerang bagian
lemah, tetapi juga bagian lain seperti lutut. Teknik ini memiliki satu
tendangan yang digunakan untuk merusak lutut lawan.
Pada saat menyerang, sifat serangan Kuntul adalah memecut.
Serangan dilontarkan sangat cepat dari badan ke arah sasaran dan dengan
sendirinya kembali ke arah badan dengan kecepatan yang sama. Namun pola
serangan Kuntul tidak pernah lurus kedepan seperti teknik beladiri pada
umumnya, serangan Kuntul selalu mengarah ke samping.
Untuk menyerang depan, maka Kuntul akan memposisikan dirinya
sedemikian rupa, sehingga lawan menjadi berada di samping saat serangan
mencapai target.
Teknik Burung Garuda
Garuda adalah simbol burung terkuat di antara jenis burung
lainnya. Oleh karena itu, dibandingkan dengan teknik burung sebelumnya, Garuda
memiliki kemampuan bertarung yang paling tinggi.
Saat berlatih teknik Garuda, pesilat akan dikenalkan bagaimana
cara menggunakan perubahan badan sebagai tenaga tambahan saat menyerang atau
menolak. Karena kemampuannya dalam menggunakan badan inilah, tenaga yang
dimiliki oleh teknik Garuda menjadi lebih besar dibandingkan dengan Meliwis dan
Kuntul.
Garuda menggunakan sisi tangan dan sikunya sebagai perlengkapan
dalam menyerang dan menolak. Teknik ini selalu mengembangkan kelima jarinya
selebar mungkin untuk memperkuat otot tangan bagian samping.
Target serangan Garuda sering ke arah leher. Dengan menggunakan
sikunya, Garuda akan menotok bagian leher dan mengiris leher tersebut dengan
sisi luar tangan, untuk merusak tulang leher lawan sekaligus merobek kulit
lawan. Tidak hanya leher, Garuda juga dapat menyerang ke bagian tengah di
antara dua alis mata lawan dan mengirisnya ke sepanjang garis mata.
Dalam jarak yang sangat rapat, Garuda memanfaatkan sikunya ke
bagian lemah lawan ataupun memanfaatkan tumitnya untuk melakukan tendangan
jarak pendek ke arah kemaluan lawan.
Untuk melindungi diri dari serangan lawan, Garuda memanfaatkan
kaki untuk menolak bagian bawah dan tangan untuk bagian tengah dan atas.
Teknik Harimau
Dibandingkan dengan Garuda, teknik Harimau memiliki kemampuan
yang lebih besar, baik itu tenaga, kecepatan, keuletan, keganasan dan
fleksibilitas gerakan.
Teknik ini diadaptasi dari karakter hewan aslinya yang
disesuaikan dengan anatomi tubuh manusia. Kemampuan Harimau lebih baik
dibanding Garuda karena teknik ini sudah menggunakan perputaran badan untuk meningkatkan
kecepatan dan tenaga.
Posisi Harimau bisa berbeda-beda, baik itu merendah, sedang
ataupun tinggi. Pada saat posisi merendah, teknik ini akan melebarkan kuda-kuda
agar lebih merendah ke tanah dan akan menyerang ke daerah bawah dari lawan,
dilanjutkan dengan menggulung untuk menjauhkan diri dari lawan. Pada saat
posisi tinggi, teknik ini akan mengincar daerah atas seperti dada dan kepala.
Teknik inipun kadang menggunakan lompatannya untuk menyerang kepala.
Saat menyerang, Harimau menggunakan perlengkapan seperti cakar,
telapak tangan, lutut, tumit dan telapak kaki. Saat menolak, teknik ini akan
menggunakan perlengkapannya seperti kaki, tangan dan juga cakarnya. Target
sasaran yang menjadi sasaran serangan antara lain mata, muka, telinga, leher, dada,
pergelangan badan, kemaluan, lutut dan kulit.
Teknik Naga
Naga dilambangkan sebagai binatang terkuat di jajaran teknik
silat Perisai Diri. Oleh karena itu, Naga diberikan pada jenjang teknik hewan
terakhir di silat Perisai Diri. Keunikan dari teknik Naga terdapat pada cara
langkahnya yang selalu mengandung putaran. Hal ini dilakukan untuk menuju poros
tengah lawan saat menghindar, memapas ataupun menyerang. Tenaga yang
dikeluarkan pun lebih besar dibanding teknik sebelumnya karena teknik ini telah
menyatukan kemampuan perputaran badan dan perpindahan berat badan sebagai
tambahan tenaganya.
Ditambah lagi, pesilat yang menerima teknik ini adalah mereka
yang telah menduduki tingkatan Asisten Pelatih. Di tingkat ini, mereka
mendapatkan pelajaran Pernafasan Tahap 1 yang berfokus untuk meningkatkan
tenaga. Oleh karena itu, teknik Naga pun akan semakin kuat lagi karena para
Asisten Pelatih mengkombinasikan teknik dan pernafasan ke dalam aplikasinya.
Saat menyerang, teknik Naga akan merusak persendian leher, paha
dan tangan. Daerah lemah seperti dagu dan kemaluan juga bisa menjadi sasaran
serangan apabila daerah tersebut terbuka.
Teknik Satria
Setelah mempelajari teknik hewan, di tingkat ini pesilat akan
mulai mempelajari teknik manusia. Teknik yang pertama dipelajari adalah Satria.
Pada tingkat ini, pesilat dianggap telah mampu menerapkan seluruh kemampuan
dari teknik hewan pada tingkatan-tingkatan sebelumnya. Sebagai suatu teknik
manusia, Satria akan mulai meninggalkan karakter kehewanannya, seperti liar,
buas dan brutal. Satria akan berpikir tepat sebelum bertindak dan melaksanakan
geraknya dengan penuh percaya diri.
Bersamaan dengan penerimaan pelajaran teknik ini, seorang
pesilat juga menerima pelajaran Pernafasan Tahap 2 yang difokuskan untuk
meledakkan tenaga. Karena kemampuan dari dua tahap Pernafasan tersebut, sifat
teknik Satria menjadi penuh dengan rasa percaya diri. Ketika serangan datang,
Satria akan menolak, memapas dan merusak perlengkapan serangan lawan dengan
memukul titik persendian. Saat bergerak, teknik ini tidak melakukan
gerakan-gerakan yang rumit seperti pada teknik Harimau dan Naga.
Teknik Pendeta
Dalam Bahasa Jawa, pandito artinya adalah orang
yang selalu memberikan falsafah jalan kebaikan pada orang lain. Karakter ini
pun terbawa ke dalam teknik itu sendiri. Teknik ini tidak menunjukan kebrutalan
dan juga tidak banyak merusak ataupun menghancurkan persendian lawan. Walaupun
kemampuan seorang pesilat yang mempelajari Pendeta tetap memiliki kemampuan
seluruh teknik di bawahnya, namun teknik ini sendiri tidak akan merusak bila
tidak diperlukan.
Pola gerak yang dilakukan teknik ini pun jauh lebih sederhana.
Serangannya hanya berpola lurus, dengan jarak yang dekat. Serangan yang
dilakukan sepenuhnya menggunakan putaran badan. Perlengkapan yang digunakan
saat menyerang adalah kepalan tangan, sisi samping badan, kepala dan tumit.
Bentuk tangan dari teknik ini selalu mengepal. Sasaran serangan umumnya adalah
ulu hati, kepala, rusuk dan beberapa bagian persendian.
Teknik Putri
Teknik Putri adalah teknik tertinggi di silat Perisai Diri.
Karakter dari teknik ini bisa berubah-ubah. Terkadang lembut, namun tiba-tiba
berubah menjadi sangat cepat dan keras, kemudian lembut kembali. Putri
menggabungkan seluruh kemampuan yang ada pada teknik-teknik sebelumnya, ditambah
dengan kemampuan fleksibilitas gerak yang tidak baku seperti teknik lain.
Tenaga yang digunakan bersifat kosong isi. Istilah ini berarti bahwa Putri akan
selalu kosong tidak bertenaga, namun di dalam kekosongannya, keluar tenaga yang
sangat besar saat terjadi sentuhan dengan lawan.
Putri seringkali melakukan dua macam tindakan dalam satu
gerakan. Baik itu menyerang sambil menghindar ataupun menyerang sambil menolak.
Teknik inipun sering memanfaatkan tenaga lawan untuk menyerang, sehingga tenaga
yang ia keluarkan semakin sedikit. Perputaran badan selalu diaplikasikan dalam
tekniknya ditambah dengan Pernafasan Tahap 3 yang selalu mengiringi geraknya.
Serangannya bersifat gelap, yang artinya sulit untuk dilihat lawan. Putri
biasanya hanya bereaksi terhadap serangan lawan. Ia tidak berinisiatif
melakukan serangan terlebih dahulu.
Teknik Olah Pernapasan
Ketika pesilat telah menduduki tingkat Asisten Pelatih, ia akan
mulai menerima pelajaran teknik olah pernafasan yang berguna baik untuk
kebugaran maupun untuk menunjang beladiri. Teknik pernafasan Perisai Diri
dibagi menjadi 3 tahap.
Tahap pertama tujuannya untuk menghimpun tenaga. Seorang pesilat
akan belajar teknik pernafasan untuk menambah tenaga dan membuat otot-ototnya
menjadi keras. Hal ini untuk meningkatkan tenaga setiap pesilat. Namun pada
saat pembelajaran tahap ini, biasanya ada kemunduran yang akan dialami dari
sisi kecepatan. Kecepatan si pesilat akan menurun dari kecepatan sebelumnya.
Ketika seorang pesilat telah menyelesaikan latihan Pernafasan
Tahap 1, maka ia harus langsung melanjutkannya ke latihan Pernafasan Tahap 2.
Pada tahap 2 ini akan difokuskan untuk meledakkan tenaga. Tenaga yang telah
mampu dihimpun sebagai hasil latihan di tahap 1, kini diarahkan untuk
dilepaskan dalam bentuk-bentuk teknik, baik serangan, tolakan, papasan dan
bahkan hindaran. Dengan melalui proses tahap 2, maka kecepatan seorang pesilat
berangsur-angsur akan kembali seperti semula dan bahkan dapat membuat kecepatan
semakin meningkat.
Tahap terakhir dari latihan teknik pernafasan ini adalah
Pernafasan Tahap 3. Pada tahap 3 akan ditekankan pada implementasi nafas ke
dalam seluruh gerakan silat. Setelah implementasi tahap 3, seorang pesilat akan
mampu bernafas dengan lembut, bergerak dengan cepat dan seketika menghasilkan
tenaga saat diperlukan. Seluruh pola pernafasan, cara implementasi dan
penghayatannya akan dilatihkan pada tahap ini. Oleh karena itu, pelajaran ini
hanya akan diberikan kepada Pelatih yang dituntun langsung oleh seorang
Pendekar.
Kerokhanian
Pesilat yang memiliki keterampilan bertarung setelah mempelajari
teknik silat dan teknik olah pernafasan sangat perlu diberikan pendidikan
mental spiritual agar menjadi pesilat yang berbudi luhur, yang dalam silat
Perisai Diri dikenal dengan istilah pendidikan kerokhanian. Pendidikan
kerokhanian diberikan secara bertahap untuk memberi pengertian dan pelajaran
tentang diri pribadi dan manusia pada umumnya, sehingga diharapkan tercipta
pesilat yang bermental baja dan berbudi luhur, mempunyai kepercayaan diri yang
kuat, berperangai lemah lembut, serta bijaksana dalam berpikir dan bertindak.
Keseimbangan antara pengetahuan silat dan kerokhanian akan menjadikan anggota
Kelatnas Indonesia Perisai Diri waspada dan mawas diri, tidak sombong, dan
setiap saat sadar bahwa di atas segala-galanya ada Sang Pencipta.
0 komentar:
Posting Komentar